Cerita ini berdasarkan pada sebuah kisah
nyata dari seorang Direktur Fortis Asset Management yang sudah terkenal
di kalangan Pasar Modal dan Investment. Beliau juga sangat sukses dalam
memajukan industri Reksadana di Indonesia.
Kisah beliau sangat menyentuh dan patut menjadi sebuah renungan baik
bagi pasangan yang telah menikah, maupun yang akan menikah, atau juga
yang masih belum berencana menikah.Langsung ke cerita…!!
Usia beliau sudah tidak muda lagi, 58 tahun, setengah abad lebih. Umur pernikahan beliau dengan istrinya sudah lebih dari 32 tahun. Keseharian beliau saat ini dipergunakan untuk merawat istrinya yang sedang sakit juga sudah tua. Pernikahan mereka membuahkan 4 orang anak. Inilah awal cobaan menerpa kehidupan mereka. Setelah istrinya melahirkan anak yang ke 4, tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan, hal itu terjadi selama 2 tahun. Di tahun ketiga, seluruh tubuh istrinya menjadi lemah seakan terasa tidak bertulang dan lidahnya pun juga sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari beliau memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya ke tempat tidur. Beliau selalu meletakkan istrinya di depan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian saat beliau bekerja.
Untunglah tempat usaha beliau tidak terlalu jauh dari rumah sehingga siang hari beliau bisa pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya setelah pulang, beliau memandikan istrinya, mengganti pakaiannya, dan setelah maghrib dia menemani istrinya menonton TV sambil bercerita kesehariannya di luar rumah.
Rutinitas ini beliau jalani dengan sabar sudah lebih dari 25 tahun. Beliau merawat istrinya sambil membesarkan keempat buah hati mereka. Sekarang anak-anak mereka sudah beranjak dewasa dan menikah, hanya si bungsu yang masih duduk di bangku kuliah.
Suatu ketika, keempat anak beliau berkumpul di rumah sambil menjenguk ibunya. Setelah anak-anaknya menikah, diputuskan beliau sendirilah yang merawat sang ibu (istrinya).
Dengan kalimat yang berhati-hati, anak sulung mengatakan bahwa mereka ingin merawat sang ibu. Semenjak kecil, mereka selalu melihat bapaknya merawat sang ibu tanpa ada sedikit pun keluhan. Bahkan beliau tidak mengijinkan anak-anaknya menjaga sang ibu. Si sulung terus melanjutkan kalimatnya dengan berlinang air mata. Anak-anak beliau sudah empat kali mengijinkan bapaknya menikah lagi. Mereka pun erasa bahwa sang ibu tentu merelakan. Dan mereka berjanji akan merawat ibu mereka dengan sebaik-baiknya secara bergantian.
Namun jawaban dari beliau sungguh tak terduga
“Anak-anakku, jika penkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah. Tapi, ketahuilah, dengan adanya ibu kalian di sampingku, itu sudah lebih dari cukup. Dia telah melahirkan kalian, yang selalu kurindukan hadirnya di dunia ini dengan penuh cinta yang satupun tidak dapat dihargai dengan apapun. Coba kalian tanya ibumu, apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini. Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah batin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaannya sekarang. Kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan ibumu yang sedang sakit.”
Jawaban beliau membuat tangis anak-anak beliau meledak. Mereka pun melihat butiran air mata di pelupuk sang ibu. Dengan pilu menatap mata suaminya yang sangat dicintainya. Kata-kata beliau
“Jika manusia di dunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan. Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat, dia pun sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya, bukan dengan mata. Dia telah memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu. Sekarang saat dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama, dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehat pun belum tentu saya mencari penggantinya, apa lagi dia sakit.”
Benar-benar kisah yang mengharukan dan patut menjadi teladan bagi kita. Bisakah kita setia pada pasangan kita dalam keadaan apapun. Baik saat diuji dengan kesenangan, maupun saat kesusahan.
Cerita diambil dari www.pondokbaca.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar